Fenomena 'Nongkrong' di Warkop: Antara Eksistensi, Wifi Gratis, Mabar, dan Obrolan Tanpa Henti
Percayalah, kalau alien tiba-tiba mendarat darurat di Makassar ini, pasti mereka akan mengira ini adalah pusat komando dunia. Ramai sekali manusia di mana-mana, kumpul seperti lagi demonstrasi. Padahal, jangan ko geer, wahai para pencari jejak alien! Itu cuma warung kopi, atau yang biasa dibilang "warkop" sama kita-kita di sini. Satu tempat nongkrong yang aturannya lebih kompleks dari skripsi, tapi tetap saja bikin betah.
Di kota ini, warkop itu bukan cuma sekadar tempat minum kopi pahit dan pisang goreng dengan pasangannya 'sambal' atau 'mentega gula pasir'. Lebih dari itu, sudah jadi rumah kedua bagi banyak orang. Habis dari rumah, habis dari kantor (atau kampus kalau lagi rajin), warkop mi itu tempat singgah paling syahdu. Kalau datang sendiri, dikira kurang kerjaan, kecuali memang lagi cari inspirasi buat tugas atau cuma mau numpang wifi gratis tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Nah, soal wifi gratis ini, jangan main-main. Ini salah satu alasan utama kenapa warkop tetap eksis di zaman serba digital ini. Bayangkan coba, modal teh botol lima ribu (kadang lebih mahal dari bensin), bisa online sepuasnya. Lihat Instagram yang penuh pamer, Twitter yang isinya cuma ribut, sampai Youtube yang banyak video kucing lucu. Semua bisa sambil dengar tetangga meja lagi bahas politik kayak dia yang paling benar.
Terus, jangan lupakan itu obrolan yang tidak ada ujungnya nah. Topiknya bisa macam-macam. Dari hasil bola semalam (padahal sudah basi), gosip tetangga yang lebih heboh dari sinetron, sampai teori konspirasi kenapa parkir di Makassar makin mahal tidak karuan. Herannya, meskipun jarang ada solusi yang keluar dari obrolan-obrolan ini, semangatnya itu loh, patut diacungi jempol. Kayak dengan cerita-cerita di warkop, beban hidup (setidaknya beban di sekitar mereka) jadi sedikit enteng.
Apalagi sekarang, tambah lagi satu alasan kuat kenapa anak muda betah di warkop: mabar alias main bareng game online. Duduk ramai-ramai sambil teriak-teriak "Mundur! Mundur!"... "ahh sakitnya" atau "Serang!" sudah jadi pemandangan biasa. Headset gaming dengan lampu-lampu menyala, jari-jari lincah menari di layar HP, dan sesekali umpatan khas Makassar keluar kalau lagi lag atau kalah. Pokoknya, warkop sudah jadi arena e-sports dadakan.
Dan jangan salah sangka, hiburan di warkop tidak hanya terbatas pada obrolan atau mabar. Coba perhatikan sudut-sudut tertentu, biasanya ada bapak-bapak dengan tatapan serius ke layar ponsel mereka. Jangan dikira lagi baca berita penting, bisa jadi mereka sedang bertempur di dunia slot online. Dengan jari yang lihai menekan tombol spin, harapan akan rezeki nomplok selalu membara di hati mereka, di sela-sela menyeruput kopi pahit. Ini menambah warna tersendiri dalam ekosistem warkop.
Jangan lupakan juga itu karakter-karakter unik yang ada di warkop. Ada bapak-bapak yang datang bawa koran lipat (kadang cuma jadi alas gelas), mahasiswa yang laptopnya terbuka tapi matanya ke HP, sampai anak-anak muda yang ketawa terbahak-bahak main kartu. Semua jadi satu di orkestra kehidupan warkop yang ramai sekali.
Jadi, kalau lain kali Anda berkunjung ke kota ini dan lihat banyak orang kumpul di satu tempat dengan bau kopi yang menyengat, jangan bingung. Itu mi salah satu budaya paling menarik di kota ini: ritual "nongkrong" di warkop. Sebuah tradisi yang menggabungkan kebutuhan kopi, internet, game, hiburan digital ala bapak-bapak, dan tentu saja, kebutuhan untuk merasa eksis dan punya teman cerita, meskipun cuma beberapa jam sambil tunggu kopinya dingin. Ini pengamatanku ji nah, bagaimana kita?
Komentar
Posting Komentar