Nasihat Ibu: Dulu Bikin Sebal, Sekarang Bikin Kangen


Sebagai anak rantau yang mengadu nasib atau menuntut ilmu di kota maritim yang ramai ini, Makassar, ada satu melodi yang seringkali terputar dalam sunyi malam di kamar kosan: melodi suara ibu. Bukan nada tinggi omelan karena cucian menumpuk atau laporan keuangan bulanan yang jebol, melainkan alunan lembut nasihat-nasihat beliau yang dulu kita anggap sebagai latar belakang kehidupan, kini justru menjelma menjadi simfoni kerinduan yang tak berkesudahan.

Dulu, di bawah atap rumah yang sama, nasihat ibu seringkali kita kategorikan sebagai track berulang dalam album kehidupan. "Jangan lupa pakai jaket kalau keluar malam!", "Jangan makan mie instan terus!", "Rajin belajar biar tidak menyesal nanti!", "Jaga sopan santun di mana pun berada!". Semua diucapkan dengan intonasi penuh perhatian yang kala itu seringkali kita artikan sebagai bentuk intervensi terhadap kebebasan kita sebagai individu yang sedang mencari jati diri.

"Iye, Ma... sebentar lagi...", "Iye Sudah, Ma...", "Nanti, Ma...", adalah jawaban-jawaban andalan kita, sambil dalam benak sudah tersusun rencana untuk tetap menikmati kebebasan masa muda tanpa terlalu mempedulikan "wejangan" dari orang tua. Kita merasa memiliki peta kehidupan sendiri dan nasihat ibu hanyalah rambu-rambu kuno yang tidak relevan dengan jalan tol modern yang sedang kita lalui.

Namun, kini, terpisah jarak ratusan atau bahkan ribuan kilometer dari pelukan ibu, nasihat-nasihat itu bertransformasi menjadi peta harta karun yang sesungguhnya. Di saat kita bimbang dalam mengambil keputusan, terngiang suara ibu, "Pikirkan baik-baik sebelum bertindak, Nak." Saat kita merasa lelah dan putus asa menghadapi kerasnya kehidupan rantau, terbayang wajah ibu yang penuh harap, "Jangan menyerah, Nak, kamu pasti bisa." Bahkan, saat kesepian melanda di tengah keramaian kota, suara lembut ibu seolah berbisik, "Ingatlah selalu pada Tuhan, Nak, Dia tidak pernah meninggalkanmu."

Anehnya, "cerewetnya" ibu dulu kini terasa seperti oase di tengah gurun kehidupan rantau yang kering. Kita merindukan perhatian yang dulu terasa mengekang, kekhawatiran yang dulu kita anggap berlebihan. Kita baru menyadari bahwa di balik setiap kata-kata ibu, tersembunyi lautan cinta dan kasih sayang yang tak mampu kita ukur dengan materi atau pujian dari dunia luar.

Sebagai anak rantau di Makassar, kota yang menawarkan begitu banyak peluang dan tantangan, nasihat ibu adalah kompas spiritual yang menuntun langkah kita. Meskipun beliau tidak hadir secara fisik untuk memeluk atau menenangkan kita, kata-katanya tetap menjadi pelita di tengah kegelapan, penunjuk arah saat kita tersesat di persimpangan jalan kehidupan.

Maka, mari kita luangkan waktu sejenak untuk memutar kembali rekaman suara ibu dalam ingatan kita. Resapi setiap kata, setiap intonasi, setiap kekhawatiran yang beliau sampaikan. Karena di sanalah tersimpan kebijaksanaan hidup yang sejati, jauh lebih berharga daripada nasihat-nasihat dari para motivator di media sosial.

Dan suatu saat nanti, ketika kita berkesempatan untuk kembali ke pelukan ibu, jangan sia-siakan momen itu. Peluklah beliau erat, cium tangannya dengan penuh hormat, dan ucapkanlah terima kasih yang tulus atas segala nasihat yang dulu sering kita abaikan, namun kini menjadi harta karun yang tak ternilai harganya. Karena di sanalah kita akan menemukan kembali rumah yang sesungguhnya.

Karena, sejauh manapun kaki melangkah, setinggi apapun mimpi yang kita kejar, nasihat ibu adalah akar yang akan selalu menahan kita tetap terhubung dengan tanah kelahiran dan nilai-nilai keluarga. Ia adalah warisan yang tak ternilai harganya, bekal terbaik untuk mengarungi kerasnya kehidupan rantau.

Jadi, dengarkanlah suara ibu dalam hatimu. Karena di sanalah kehangatan rumah dan cinta yang abadi akan selalu bersemi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sehat Bersama Ternak: Tim Kesehatan Hewan Unhas Bergerak di Desa Baring

Sapi Qurban: Bintang Utama Iduladha, Dramanya Menggelegar, Berkahnya Melimpah Ruah!

Kecanduan Scrolling Tanpa Tujuan: Surga atau Neraka Informasi yang Tak Berujung